Sajak: Harap

Kau memang paling bisa membuatku keras berusaha. Diammu, membuatku bertekad untuk membuatmu bersuara. Kau paling mahir merajut senyum di hatiku, saat murungku menapaki hiruk pikuknya hidup di pinggiran kota. Kau bagaikan rumah tempatku untuk pulang, bagaikan topeng yang menyembunyikan garis sedih di angkasa wajahku. 

Apakah kau tahu selama ini? Kau adalah satu-satunya orang yang tak pernah kuberitahu perasaanku. Membuatmu sedih adalah kemustahilan bagiku, sedangkan membuatmu tersenyum adalah kewajiban yang harus kutunaikan.

Manusia biasa, itu aku. Orang paling bodoh yang hanya bisa memendam rasa, tak berani bilang suka apalagi cinta lantaran takut akan ada hati yang menjaga jarak atas dua insan yang hanya berani memendam. 

Jujur, kau orang yang membuatku berfikir keras tentang kita dan tentang cinta. Membuatku menghabiskan setengah hidup untuk memikirkan cara bagaimana mematahkan jeruji yang merengkuh hati.

Kau paling bisa membuatku malu, menjaga jarak dengan wanita lain meski kita tak tahu kita ini apa. Tidak jelas adalah status dalam di antara kita. Apa kau takdir penantianku atau hanya cameo yang sengaja menjadi peran pembantu..

Hatiku mengelak berkata demikian. 
Dia ingin kau tetap jadi aktor utama, 
Aku yang menulis naskahnya, kau memerankannya.

Baca Juga: Sajak: Peka